Jan 13, 2013

Hidup bahagia tanpa "harta"


hidup sepertiga umur hidup di luar bali mengajarkan banyak hal dalam hidup saya, tapi semua itu belum berakhir, masih banyak hal yang baru dan mengejutkan yang mungkin bisa dipelajari dalam hidup inisaya berkampung halaman di daerah terpencil yang berada di kabupaten terindah di bali, tempatnya sangat nyaman dan damai, tapi dari rata-rata perekonomian disana tidak terlalu tinggi seperti tinggal di kota, namanya juga desa, 

rata-rata penduduk disitu hidup dari berdagang di pasar, ada yang bergantung hidupnya hanya oleh pariwisata, bahkan orang terkaya di desa tersebut gara-gara memiliki beberapa gerai perak, penginapan dan villa,

ya emang rata-rata orang kaya di bali ya memiliki beberapa villa dan hotel, sudah?! modal lengkap tinggal penuhin aja ama wisatawan yang menginap. tapi bukan hal itu yang saya bahas disini, tapi seni menyama-braya(persaudaraan) disini yang coba saya angkat.



suatu hari saya tinggal disana, tiap hari ada saja kulkul(kentongan) dari puri agung(rumah raja bali jaman dulu) dibunyikan, itu pertanda para penduduk harus ngayah(bantu-bantu ke puri). tapi kadang hampir tiap hari kulkul itu dibunyikan, saya mulai berpikir apakah masyarakat disini nggak kerja yah? saya mulai berpikir negatif tentang puri yang meperlakukan masyakaratnya seperti itu. tapi anehnya itu masyakarat malah bahagia melakukan perkerjaan itu, makin membuat saya bingung saja. . .

tapi baru-baru ini saya mulai mendapatkan jawaban mengapa mereka bahagia melakukan semua itu. itu dimulai dari cerita dimana ada upacara adat di merajan(pura keluarga) saya. sehari setelah itu, kebetulan paman saya mulai menjelaskan kenapa mereka bahagia sekali ke puri, tak hanya lelah setelah ngayah yang mereka dapatkan, tapi kepuasan persaudaraan antar warga desa disana mulai terikat, 



tak hanya itu, seandainya ada sebuah keluarga yang melaksanakan upacara adat di merajannya, maka tetangga nya pun tak sega untuk membantu pelaksanaaan upacara tersebut, bahkan mereka pun bersedia untuk membantu menyumpang perlengkapan sembahyang. seni itu yang jarang saya lihat di perkotaan besar, di kota besar semua bisa dibeli dengan uang, banten, perlengkapan sembahyang semuanya bisa dibeli dengan uang, tapi saya lihat, semangat persaudaraan seperti ini yang saya pikir tidak bisa dibeli dengan uang
ketika pelaksanaan persembahyangan dimulai, beberapa tetangga begitu setia membantu dan menunggu hingga persembahyangan itu selesai, 

saya memulai berpikir gimana ya keadaan sehari-hari klo seperti ini, gimana mereka makan? gimaa klo pengen ada kebutuhan sehari-hari yang perlu dipenuhi? jawaban nya hanya simple, "pasti bisa kita penuhinnya, dan kita bahagia", selalu kata-kata bahagia yang ditekankan.


no offense tapi hanya menggambarkan keadaan yang ada, namun kadang orang yang sangat cukup hidupnya, namun selalu bahagia tak ditemui nya. maka oleh karena itu, mari berbahagia :D

sekian dan terimakasih

No comments:

Post a Comment